Assalamualaikum wr.wb
Semoga anak-anak ibu selalu dalam
keadaan sehat yaa, dan tetap semangat mengikuti pembelajaran daring pada hari
ini.
Berikut disajikan materi pembelajaran IPS kelas 7 tentang
Pengaruh Hindu dan Buddha di Indonesia.
Selamat membaca :)
Sudah bukan hal asing lagi jika budaya dan agama
Hindu dan Buddha sudah ada sejak lama di Indonesia. Bahkan, sudah ada sejak
abad ke-5 hingga abad ke-15. Datangnya budaya dan agama Hindu dan Buddha
menghasilkan sebuah akulturasi budaya dengan budaya Indonesia. Maka dari itu,
banyak sekali bangunan bersejarah Indonesia yang bercorak Hindu dan Buddha.
Akulturasi budaya Hindu dan Buddha dengan budaya
Indonesia dapat terjadi karena adanya pencampuran budaya tidak menghilangkan
budaya asli Indonesia. Bahkan, sampai saat ini banyak sekali ilmuwan dan
masyarakat Indonesia yang sangat ingin mengetahui lebih dalam tentang
akulturasi budaya ini.
Adanya akulturasi budaya Hindu dan Buddha dengan
budaya Indonesia memberikan pengaruh bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Di
bawah ini akan dijelaskan lebih lanjut tentang pengaruh Hindu dan Buddha dalam
kehidupan masyarakat Indonesia.
Pengaruh Hindu-Buddha bagi Masyarakat Indonesia
Pengaruh Hindu-Buddha dapat kita lihat dari
berbagai macam bangunan, karya, atau bahkan hingga aktivitas yang bisa
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Seni Bangunan (Arsitektur)
Catatan sejarah mengatakan bahwa di Indonesia ada
banyak kerajaan zaman dulu yang berlatar belakang Hindu dan Buddha. Maka dari
itu, ada banyak sekali banguna yang dibangun pada zaman itu bercorak Hindu dan
Buddha. Hingga saat ini, beberapa bangunan yang dibangun pada zaman kerajaan
Hindu-Buddha masih bisa kita lihat.
Bangunan-bangunan yang dibangun pada kerajaan
Hindu-Buddha biasanya berbentuk candi Setiap bangunan candi yang memiliki corak
Hindu-Buddha mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Ada bangunan candi yang
berfungsi untuk tempat ibadah, pemakaman, dan ada yang sebagai tempat pemandian
suci.
Candi yang berfungsi sebagai makam merupakan candi
dengan corak Hindu. Sedangkan candi yang berfungsi sebagai tempat ibadah
merupakan candi dengan corak Buddha. Jika dilihat dari bangunan dengan corak
Hindu-Buddha ini, maka bisa dikatakan bahwa kerajaan Hindu dan kerajaan Buddha
sangat berjaya pada masanya.
Pada dasarnya candi terbagi menjadi beberapa
bagian, yaitu kaki candi, tubuh candi, dan puncak candi. Kaki candi disebut
dengan bhurloka yang berarti alam dunia fana. Tubuh candi disebut dengan
bhurwaloka yang berarti alam pembersihan jiwa, dan puncak candi disebut dengan
swarloka yang berarti alam jiwa suci. Namun, adanya akulturasi budaya membuat
bangunan candi disesuaikan dengan kekhasan dari budaya Indonesia.
a. Candi di Jawa Tengah
Pada umumnya candi yang berada di Jawa Tengah memiliki bentuk
tambun yang dihiasi dengan kalamakara atau wajah raksasa. Hiasan kalamakara
umumnya terletak pada pintu masuk candi.
Puncak candi yang ada di Jawa Tengah memiliki ciri khas dengan bentuk
stupanya dan bahan utamanya berupa batu andesit. Arah dari candi ini mengarah
ke timur.
b. Candi di Jawa Timur
Candi yang terletak di Jawa Tengah biasanya
memiliki bentuknya lebih ramping dan ada hiasan yang lebih sederhana
dibandingkan dengan kalamakara di pintu masuk. Jika candi di Jawa
Tengah puncak candi berbentuk stupa, maka candi di Jawa Timur berbentuk kubus.
Bahan utama dari pembuatan candi di Jawa Timur adalah batu bata.
Sementara itu, arah dari candi ini lebih mengarah ke barat.
Seni Rupa dan Ukir
Berdasarkan catatan sejarah bahwa masyarakat
Indonesia sudah bisa membuat lukisan atau gambar. Kemampuan itu muncul sebelum
adanya pengaruh dari budaya Hindu-Buddha. Selain itu, lukisan tertua yang ada
di Indonesia terletak di dinding gua di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Bahkan, Dr. Maxime Aubert dari Griffiths Universitas Australia mengatakan bahwa
lukisan yang berada di Kabupaten Maros sudah berusia lebih dari 38-40 ribu
tahun.
Sebelum masuknya pengaruh Hindu-Buddha, masyarakat
Indonesia sudah memiliki kebiasaan melukis atau menggambar dengan pola yang
sangat sederhana. Setelah masuknya pengaruh Hindu-Buddha dalam seni rupa, maka
barulah masyarakat Indonesia mengembangkan gambar atau lukisannya dengan motif
yang lebih sulit serta dipengaruhi oleh budaya India.
Selain memberikan pengaruh pada seni rupa,
Hindu-Buddha juga memberikan pengaruh terhadap seni ukir, patung, relief, dan
makara. Bentuk dari seni rupa Hindu-Buddha selalu berkembang pada zamannya,
sehingga sangat banyak sekali motif-motifnya.
a. Patung
Pada dasarnya masyarakat Indonesia telah mengetahui
seni pahatan batu yang sangat besar, seperti menhir dan sarkofagus. Dari
pahatan menhir dan sarkofagus, maka dapat dikatakan bahwa masyarakat Indonesia
sudah memiliki kebiasaan dalam membuat patung dengan bentuk seperti manusia.
Biasanya patung yang dibuat oleh masyarakat Indonesia zaman dahulu berfungsi
sebagai batu penyembahan.
Seni membuat patung ini semakin berkembang terutama
ketika Hindu-Buddha masuk ke Indonesia. Pada masa Hindu, setiap patung yang dibuat
diletakkan di candi-candi. Biasanya patung-patung pada zaman ini dibagi menjadi
dua bentuk, yaitu trimatra dan setengah trimatra.
Patung dengan bentuk trimatra memberikan makna dewa,
manusia, dan binatang. Maka dari itu, bentuk patung trimatra berada
di dalam candi. Dibuatnya patung trimatra berfungsi untuk
memberikan penghormatan kepada raja-raja yang sudah meninggal. Sedangkan,
patung dengan bentuk setengah trimatra pada umumnya berada di
relief-relief candi.
Sedangkan patung-patung pada zaman Buddha pada
umumnya berbentuk Sang Buddha. Patung Sang Buddha biasanya dibuat dengan posisi
tangannya yang sedang mengarah ke arah mata angin tertentu.
b. Relief
Relief bisa dikatakan sebagai salah satu unsur yang
ada di candi-candi di Indonesia. Relief yang biasa kita lihat berupa
gambar-gambar yang timbul yang ada di dinding-dinding candi. Namun,
relief-relief yang ada di candi Indonesia selalu memiliki makna-makna berupa
ajaran-ajaran agama, kehidupan sehari-hari, dan kisah para dewa.
Dalam mitologi Hindu-Buddha terdapat makhluk hidup
yang bernama Makara. Makara merupakan perwujudan dari seekor binatang laut yang
besar dan selalu diidentikkan dengan hiu, buaya, dan lumba-lumba, sehingga
sering dijadikan sebagai motif-motif candi.
Adanya motif makara ini, maka bisa dilihat bahwa
adanya campuran seni ukir India dengan seni ukir Jawa. Tujuan dibuatnya makara
untuk mencegah sifat buruk masuk ke dalam candi dan memberikan tanda bahwa
candi ini adalah tempat yang sakral.
Seni Pertunjukkan
Masuknya pengaruh Hindu-Buddha bukan hanya dapat dilihat dari corak
bangunan saja, tetapi kita bisa melihatnya melalui beberapa seni pertunjukkan.
Seni pertunjukkan yang mengalami perkembangan pada zaman Hindu-Buddha, seperti
seni wayang, seni tari, dan seni musik.
a. Seni Wayang
Sebelum zaman Hindu-Buddha pertunjukkan seni wayang
berfungsi sebagai salah satu bentuk dari upacara pemujaan kepada arwah nenek
moyang yang dikenal dengan sebutan Hyang dan kedatangan wayang
merupakan bentuk dari arwah nenek moyang tersebut.
Pada zaman Hindu-Buddha, pertunjukkan wayang dikembangkan sesuai dengan
zamannya dengan membawakan cerita-cerita dari India, seperti Ramayana dan
Mahabharata. Meskipun berasal dari India, tetapi ada beberapa tokoh dari
Indonesia yang muncul dipertujukkan wayang.
b. Seni Tari
Sama halnya dengan seni pertunjukkan wayang, seni
tari juga sudah ada sebelum zaman Hindu Buddha masuk. Seni pertunjukkan tari
biasanya digunakan untuk mengucapkan terima kasih kepada Sang Pencipta karena
sudah diberikan hasil panen yang cukup. Selain itu, pada proses pengangkatan
kepala suku biasanya menggunakan seni pertunjukkan tari juga.
Seni pertunjukkan yang disebabkan karena pengaruh
dari Hindu-Buddha, sampai saat ini kelestariannya tetapi dijaga dengan baik.
Dengan melestarikan seni tari ini menandakan bahwa warisan kebudayaan Indonesia
tidak akan mudah hilang. Seni pertunjukkan tari dengan pengaruh Hindu-Buddha
bisa dilihat di sendratari Ramayana yang diselenggarakan di
candi Prambanan pada saat bulan purnama.
c. Seni Musik
J.L.A. Brandes mengatakan bahwa gamelan merupakan
salah satu seni pertunjukkan asli yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Hal ini
bisa disebabkan karena masyarakat Indonesia sudah beranggapan bahwa
pertunjukkan musik gamelan adalah seni musik yang paling tua di Indonesia.
Perkembangan seni musik gamelan ini semakin pesat terutama ketika
masuknya Hindu-Buddha ke Indonesia. Informasi tentang seni musik gamelan ini
bisa ditemukan pada relief-relief candi, kitab-kitab, dan karya sastra.
Seni Sastra dan Aksara
Pada zaman Hindu-Buddha sering dikenal sebagai awal
mula munculnya aksara di Indonesia. Aksara tertua yang ada di Indonesia
ditemukan di Kutai, Kalimantan Timur dan terletak pada batu prasasti Yupa.
Prasasti Yupa ditulis dengan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta.
Pada awal kemunculan aksara Pallawa digunakan untuk menulis suatu hal di
batu prasasti dan di karya sastra. Setelah mengalami berbagai macam
perkembangan, maka aksara Pallawa mengalami perkembangan menjadi aksara
Hacaraka. Aksara Hanacaraka digunakan untuk menulis aksara Jawa dan Bali.
Dengan aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta yang
sering digunakan, maka membuat masyarakat tergerak untuk mengembangkan
sastra-sastra di daerah. Secara garis besar, setiap karya sastra pada zaman
Hindu-Buddha sangat terpengaruh dengan karya sastra Ramayana dan
Mahabharata dari India.
Cerita yang berasal dari India dipadupadankan
dengan budaya Indonesia, sehingga mengasilkan cerita yang bermakna dan tentunya
menarik untuk dibaca. Karya sastra pada zama Hindu-Buddha biasanya berupa kitab
yang disusun oleh Mpu Panuluh dan Mpu Sedah dengan judul Bharatayudha
Sistem Kepercayaan
Sistem kepercayaan yang ada pada zaman Hindu-Buddha
memiliki tiga unsur yang sangat penting. Pertama, Pada masa
praaksara suatu sistem kepercayaan bersumber dari kelompok masyarakat atau
kepala suku yang ditandai dengan adanya sebuah ritual. Ritual-ritual ini
dipercaya sebagai bentuk penghormatan kepada dewa-dewa.
Kedua, adanya
kepercayaan pada benda-benda pusaka yang dianggap mempunyai kekuatan magis
didalamnya. Pada zaman Hindu-Buddha kepercayaan pada benda-benda pusaka sangat
kental, sehingga banyak masyarakat yang percaya akan kekuatan yang ada di dalam
benda pusaka tersebut.
Ketiga, pada zaman
Hindu-Buddha pemimpin agama selalu mendapatkan tempat terpandang di lingkungan
masyarakat. Selain itu, pemimpin agama sangat dihormati oleh masyarakat.
Dari ketiga fakta sejarah tersebut, maka dapat dikatakan bahwa adanya
pengaruh Hindu-Buddha tidak menghilangkan kepercayaan asli masyarakat
Indonesia. Bahkan, perkembangan agama Hindu-Buddha bisa dibilang memadukan
kepercayaan asli atau kepercayaan lokal yang sudah ada sebelumnya.
Sistem Sosial Kemasyarakatan
Pada sistem sosial kemasyarakatan Hindu-Buddha peran dan fungsi sosial
anggota masyarakat dikelompokkan berdasarkan tingkat derajatnya.
a. Brahmana
Pada tingkatan ini, seseorang akan memiliki peran untuk menjadi
penasihat raja dan pendidik agama.
b. Kesatria
Pada tingkatan ini, seseorang akan menjadi penyelenggara dan penata
sistem pemerintahan yang bertujuan untuk mempertahankan kekuasaan kerajaan.
Kesatri juga berperan sebagai pembela kerajaan, seperti pembantu raja dan
tentara.
c. Waisya
Pada tingkatan ini, seseorang dikategorikan sebagai masyarakat biasa
yang memiliki profesi, seperti pedagang, petani, nelayan, dan pelaku seni.
d. Sudra
Pada tingkatan ini, seseorang sudah dikategorikan sebagai masyarakat
yang memiliki derajat paling rendah. Biasaya seseorang yang mendapatkan
tingkatan sudra, seperti pekerja rendah, buruh, budak, dan pembantu.
Sistem Pemerintahan
Sebelum masuknya Hindu-Buddha, masyarakat Indonesia
menganut sistem pemerintahan berupa pemimpin suatu kelompok atau kepala suku.
Pada sistem pemerintahan kepala suku, setiap pemimpin yang dipilih berdasarkan
siapa yang paling berpengaruh pada kelompok tersebut.
Namun, setelah masuknya Hindu-Buddha sistem pemerintahan kesukuan
berubah menjadi sistem kerajaan. Pemimpin dari suatu kelompok masyarakat berada
di tangan seorang raja. Seorang raja mempunyai hak untuk mewariskan tahtanya
secara turun-temurun.
Pada sistem kerajaan ini, para dukun diangkat
menjadi penasihat dan memiliki gelar brahmana serta posisinya berada di bawah
raja. Sementara itu, kedudukan rakyat tetap sebagai waisya dan para budak tetap
berada di posisinya yaitu sebagai sudra.
Sistem Kalender
Pada zaman praaksara, masyarakat selalu menghitung
hari menggunakan ilmu astronomi. Ilmu astronomi dipercaya dapat menentukan arah
mata angin terutama saat melakukan pelayaran. Bahkan, dalam menentukan waktu
panen juga menggunakan ilmu astronomi.
Akan tetapi, masuknya Hindu-Buddha ke Indonesia memberikan pengaruh
terhadap masyarakat Indonesia berupa perhitungan waktu berdasarkan penanggalan
tahun Saka. Kalender tahun Saka memiliki jumlah hari yang terdiri atas 365
hari. Sedangkan tahun Saka dengan tahun Masehi memiliki selisih tahun, yaitu 78
tahun.
--------------- SELESAI ---------------
0 komentar:
Posting Komentar
:)