Karya: nur’aisyah risca.w
Pagi ini, suara riuh, canda, dan gelak-tawa, terdengar memenuhi
setiap sudut sekolah yang terbilang populer tersebut. Sebut saja namanya SMA
UNGGUL HARAPAN BANGSA. Lumayan panjang, yaa begitulah adanya.
Tak jauh dari lapangan basket, tepatnya dibawah pohon yang
terdapat sebuah meja kecil dilengkapi 3 kursi yang tersusun rapi, tempat duduk
yang sengaja dibuat untuk siswa-siswi yang beristirahat atau sekedar membaca
dibawah pohon nan rindang tersebut. Yang kini ditempati oleh dua orang siswi.
Dari gerak-geriknya sepertinya mereka sangat akrab, bisa dibilang sahabat.
Mungkin.
“eh, Aisyah. Kamu udah baca cerita-cerita di blog yang
berinisialkan NARW itu belum? Keren banget loh, isinya menyentuh semua, dan
bahasannya selalu berkaitan dengan kaidah-kaidah dalam beragama. Rugi deh kalau
nggak baca, serius!” ujar seorang gadis yang berambut hitam lebat serta diikat
rapi kepada lawan bicaranya disela-sela kegiatan mereka.
“hmm. Ooh iya aku tahu. Belum sempet baca sih, maklum
akhir-akhir ini aku lagi giat-giatnya bahas soal UN nih. Kamu kan tahu, bentar
lagi kita ujian” jawab gadis yang mengenakan jilbab putih itu dengan suara
lembutnya.
“duh, iyaa deh. Aku lupa kalau sahabatku yang satu ini nggak
mungkin rela jika posisinya sebagai juara umum akan tergantikan oleh orang
lain,hahaa”
“ah, kamu mah gitu. Bukan karena itu Ty, aku hanya ingin
membuktikan pada ibu, bahwa beliau ngga sia-sia menjaga, merawat dan
menyekolahkanku selama ini. Yaa hanya dengan ini cara yang ku bisa” sahut gadis
yang bernama Aisyah menanggapi candaan sahabatnya, Risty.
“hihii.. iyaa cabaat. Kamu memang the best. Kapan ya?aku bisa
kaya kamu? Biar ibuku ngga terus-terusan bandingin aku sama kamu. Untung
ngebandinginnya dengan kamu, kalau orang lain, udah ku marahin deh itu orang.
Pakai pelet apa sampai-sampai ibuku lebih berpihak kepada anak orang lain. Kzl,
huaaa :( “ kata Risty seolah benar-benar kesal seraya memeluk sahabatnya itu.
“hahaa.. apaan deh kamu, aku hanya orang biasa kok. Kenapa harus
jadi orang lain? Jadi diri sendiri kan lebih baik Ty, sebaiknya kamu harus
banyak-banyak baca dari blog NARW itu deh, setahu ku disana juga ada pembahasan
mengenai motivasi gitu. Ya kan?” aisyah membalas pelukan risty dengan sedikit
nasehat kepada sahabatnya. Memang
begitulah keseharian mereka, selalu bersama, saling berbagi, menasehati, dan
memberi. Tak jarang banyak pasang mata, yang iri dan ingin bersahabat seperti
mereka.
“ini yang aku suka dari kamu. Nasehatmu itu loh, selalu bisa
membuatku ingin melakukannya. Doa’in aku yaa Syah? Agar segera berhijab seperti
kamu, dan seperti permintaan ibuku”
“tentu, Allah akan memudahkan jalan orang-orang yang mau berbuat
kebaikan. Seperti sahabat ku iniii”
Begitulah kira-kira percakapan mereka hingga bel masuk berbunyi,
Risty yang kebetulan kelasnya agak jauh dari tempat mereka berjalan duluan.
Aisyah yang mengikuti langkah Risty dari belakang hanya tersenyum melihat
sahabatnya itu, entah apa arti senyum yang ia lukiskan, yang jelas hatinya
penuh harapan.
***
Malam harinya,
Disebuah rumah sederhana, namun sangat bersih, rapi dan indah.
Dari luar, terlihat hanya satu ruangan yang masih terang, mungkin penghuninya
sudah mulai terlelap. Ruangan itu merupakan kamar seorang gadis yang kelihatan
sibuk dengan laptop yang berada dipangkuannya. Laptop yang sangat berharga
baginya, bagaimana tidak, benda kecil yang multifungsi itu ia dapatkan atas
hasil prestasinya sendiri mengikuti ajang seni Al-qur’an antar kota. Jenius
memang. Dan sangat pantas baginya untuk mendapatkan itu, melihat semangat
belajar dan ketaatannya beribadah serta tingkah lakunya yang dikenal baik oleh
semua orang yang mengenalnya. Aisyah.
Tak lama, ponselnya bordering menandakan pesan masuk dari
seseorang. Melihat nama yang tertera dilayar ponselnya, sesegera mungkin ia
membaca pesan tersebut.
From: Risty
Malaaam cabatku.. aku ada kabar bagus nih, kamu pasti senang
dengarnya. Aku udah hapal beberapa surat-surat pendek loh.hahaaa Kamu tahu
tidak, aku belajar dari blog NARW. Aku bersyukur, masih ada media untuk belajar
mendalami ilmu agama dengan cara mudah yang tidak membosankan seperti kita
menghapal disekolah. Bikin pusiiing. Ehmm, sebenarnya aku mau berterima kasih,
karna kamu yang selalu memotivasiku untuk selalu berusaha menjadi lebih baik.
Good night Aisyah :)
“hahh, Alhamdulillah ya allah” kelegaan muncul di hati Aisyah,
ia bangga pada sahabatnya ini. Meski ia tahu bahwa Risty bukanlah sosok yang
dengan mudahnya bisa dibujuk untuk menghapal. Bahkan risty rela izin berjam-jam
ditoilet untuk menghindari hapalan dari guru yang mengajar dikelas. Tapi, entah
kenapa jika Aisyah yang meminta ia selalu berusaha untuk melakukannya.
To: Risty
Uwaa.. Alhamdulillah. Kamu hebat Ty. Ngga Cuma senang, aku juga
bangga sama kamu. Jangan cepat puas yaa. Terus belajar. Jangankan surat-surat
pendek. 30 juz pun kamu bisa hapal jika rajin seperti ini.
Hmm, kayaknya kalau Cuma terima kasih, ngga cukup deh. Traktir
mie ayam di kantin boleh kaliii hehe
From: Risty
Amiiin..
Wees, untuk sahabatku apa sih yang enggak. Jangankan di kantin,
di café pun jadii.hahaa Bon dulu tapi :v
Dan percakapan mereka via sms pun berlanjut, hingga Aisyah
merasakan sesuatu yang tidak enak pada dirinya, lalu memutuskan untuk tidur.
Kini, semua lampu dirumah sederhana itu telah redup. Sang
empunya telah berlabuh dalam mimpi.
***
Keesokan harinyaa..
Aisyah dan Risty terlihat tengah duduk dikantin dekat jendela
yang berhadapan langsung dengan halaman sekolah bagian taman. Tempat yang
sangat nyaman untuk menyantap makanan, jika berhadapan langsung dengan alam.
Tentunya ini dalam rangka menepati janji Risty untuk mentraktir Aisyah. Saat
ini mereka berbincang-bincang sambil menunggu pesanan mereka.
“kamu serius? Waah aku dukung banget kalau gitu” seru Risty
disela obrolan mereka.
“seribu rius malah, aku kepengin banget bisa menjalani tugas
mulia itu nantinya. Menyembuhkan penderita kanker itu, terutama mereka yang
masih anak-anak.” Terdapat kesungguhan yang begitu besar dibalik mata Aisyah.
“aku yakin kamu bisa. Allah akan memudahkan jalan orang-orang
yang mau berbuat kebaikan” sahut Risty
“eh, itu kan kata-kata kuuu. Wah, kamu copas yaa,hahaa”
“hehee, tak ape lah tuu”
Tanpa sadar menu yang mereka pesan sudah tersedia dihadapan
keduanya. Tentu saja mereka tak akan membiarkan begitu saja. Mereka tampak
lahap menikmati mie ayam buatan ibu kantin.
“ohya, aku baru ingat. Nggak jauh dari sekolah kita kan ada
rumah bakti Syah. Tempat semacam sekolah untuk penderita kanker gitu. Kenapa
nggak kita coba kesana aja, yaa hitung-hitung pengenalan sebelum kamu benar-benar
berhadapan dengan pasien seperti itu nantinya” usul Risty sambil sesekali
melanjutkan suapannya.
“nggak usah deh Ty, kamu kan tahu kalau aku nggak tegaan lihat
yang begituan” aneh memang, Aisyah terlihat keberatan atas usul Risty. Bukankah
ia yang ingin jadi dokter untuk menyembuhkan penderita kanker.?
“lah kok gitu? Katanya mau dokter. Ayolaah, mana Aisyah yang
semangat ituu??” Tanya Risty heran.
“yaudah deh, tapi janji yaa, kalau aku udah nggak nyaman kita
segera pulang yaa”
“iyaa, dasar calon dokter aneh”
“ngga tuh, biasa aja”
“aneh”
“enggak”
“aneh”
“enggak”
“a—“
“hey, kalian bisa diam tidak? Ganggu aja”teriak seorang siswa
yang berada tak jauh dari meja tempat Aisyah dan Risty makan.
“yee, biasa aja keleeuss. Genduut” balas Risty tak terima
ditegur dengan cara seperti itu.
“……”
“sudaah, kamu juga sih, aneh-aneh aja. Jadi kebangun tuh singa
yang lagi bobo cantik.hahaa” kata Aisyah dengan sedikit bercanda.
“hahaa benaar!” tawa keduanya tanpa memperdulikan orang yang
disebut ‘gendut’ tadi.
***
Sesuai rencananya, sore ini Risty membawa aisyah ke rumah bakti.
Setelah disambut hangat oleh pengurus disana, mereka mulai melihat-lihat setiap
sudut ruangan yang dipenuhi anak-anak tentunya yang menderita penyakit
mematikan tersebut. Dan ada beberapa pengurus serta orang tua yang siap siaga
mengawasi putra putri mereka.
Berbanding terbalik dengan pikirannya sebelum sampai kerumah
bakti, justru sekarang aisyah begitu menikmati kunjungannya ke rumah bakti. Ia
sangat kagum dengan anak-anak yang masih polos itu, tak gurat kesedihan maupun
kesakitan yang tampak dalam diri mereka. Aisyah justru malu pada dirinya
sendiri.
Waktu memang akan terasa cepat berlalu jika dilalui dengan
kebahagiaan, apalagi melakukan hal-hal yang positif dengan ditemani sahabat.
Seperti saat ini, aisyah maupun risty telah berada di kamar
mereka masing-masing, tentunya dalam singgahsana yang berbeda pula.
To: Risty
Semlikuuuuum.. cabaaatt
Terima kasih yaa untuk hari ini, udah ngajak aku ke rumah bakti
itu, aku benar-benar terkesan disana.
Good night :)
Wassalam
Begitulah kira-kira pesan singkat yang aisyah kirimkan untuk
risty yang kemungkinan sudah terlelap. Sebab hampir 30 menit pesan terkirim,
belum ada balasan darinya.
Karena belum mengantuk, aisyah mencoba menulis isi hatinya
dilembaran kertas yang ditujukan entah untuk siapa. Berharap nanti kantuknya
datang.
Entah mengapa mata aisyah sulit terpejam, ia melangkahkan kaki
menuju dapur untuk sekedar mengambil minum, kerongkongannya terasa kering. Saat
melewati kamar ibunya, aisyah melihat pintu kamar masih terbuka “mungkin ibu
lupa ngunci pintu” pikirnya. Saat ia menutupnya, aisyah melihat sebentar kearah
sang ibu. Wajah damainya ditengah cahaya lampu kamar yang minim membuat air
mata aisyah jatuh begitu saja. Rasa kasihan melintas begitu saja, mengingat
ibunya seorang single parent yang telah merawat aisyah sedari kecil setelah
ditinggal suaminya sebulan sebelum aisyah terlahir ke dunia. Namun wanita hebat
itu tak pernah memperlihatkan kelehan dan kesedihannya sedikitpun. Itulah yang
membuat aisyah begitu bangga dan menghargai sosok ibunya, kelak ia ingin mejadi
sosok seperti itu. Baginya ibu adalah berlian yang tak ternilai harganya. Yang
harus ia jaga dan ia rawat. Perlahan, aisyah melangkah kedalam dan mengusap
lembut tangan ibunya, membenarkan selimut dan mencium kening sang ibu. Tak lupa
pelukan kasih sayang dari aisyah. tanpa disengaja akhirnya aisyah tertidur seraya
masih memeluk ibunya.
***
Beberapa hari kemudian..
Risty sangat dilanda rasa takut akhir-akhir ini. Sudah hampir
seminggu aisyah tak ada kabar, jadwal sekolah yang bertambah padat sebab ada
pelajaran tambahan untuk persiapan ujian nasional membuat risty tak punya waktu
untuk sekedar menghubungi atau menanyakan kabar sahabatnya itu. Pernah suatu
malam ia mencoba menghubungi aisyah, namun sepertinya nomor aisyah tak aktif
lagi.
Padahal saat ini risty punya kabar gembira untuk aisyah. ia
berhasil menjadi hafidzah. Seperti keinginan ibunya, dan aisyah pastinya. Risty
sengaja mengikuti sekolah khusus hapalan al-qur’an secara diam-diam sesuai
rencananya untuk memberi kejutan pada aisyah. namun sepertinya rencana risty
gagal. Ia sempat kecewa atas sikap sahabatnya itu yang tak ada, namun
sepertinya risty tetap harus mengalah. Mau tidak mau ia tetap akan kerumah
aisyah siang ini juga. Tak peduli ada jadwal les yang terlewati.
Kesempata risty untuk bolos tampaknya berhasil. Karena saat hari
jum’at pelajaran tambahan dilaksanakan pukul 13.00 jadi para siswa siswi
diperbolehkan pulang untuk sholat jum’at bagi kaum laki-laki. Dan istirahatan
bagi perempuan.
Segera mungkin ia berangkat menuju rumah aisyah. belum sampai di
halaman rumah, dari kejauhan risty melihat banyak orang di rumah itu. “mungkin
ada acara’ pikir risty. Jahat sekali aisyah tidak mengundangnya.
“ini tidak mungkin… tidak mungkiiiin.. ibu coba jelaskan apa
yang terjadi? Aku yain itu buka aisyan kan bu?” risty menangis penuh berontak
dipekukan ibu aisyah. ia tak habis piker, mengapa aisyah begitu tega kepadanya,
ia merasa tak diperlukan sebagai sahabat.
“aisyah melakukan itu karna ia sayang sama kamu, ibu, dan
orang-orang disekelilingnya, sayang” ucap ibu aisyah menenangkan risty yang
terlihat lemas.
“aisyah jahat, buu”
***
7 tahun kemudian…
“hai aisyah. kamu apa kabar? Kamu pasti bersenang-senang yaa
sekarang? Jahat banget sih nggak ngajak aku. Katanya sahabat, tapi pergi nggak
ngajak-ngajak. Hiikss.. aku kanggeeen”
Risty berjongkok seraya meletakkan bunga serta air mawar di
tempat peristirahatan terakhir aisyah, yaa apalagi kalau bukan gundukan tanah
yang nantinya semua umat akan menempatinya.
Sedikit tak pernah terpikir olehnya, harus hidup ditinggal
seorang sahabat yang begitu berjasa dalam hidupnya, terlalu sulit banginya
menghapus memori-memori indah kebersamaan mereka.
Baginya satu orang sahabat saja sudah cukup untuk
membahagiakannya, membantunya, menuntunnya kearah kebaikan. Daripada punya
ribun teman tapi taka da kenyamanan didalamnya.
“aisyah, aku sudah baca surat-suratmu untukku. Entah aku yang
terlalu bodoh sehingga dengan mudahnya tertipu oleh rahasia yang begitu kamu
tutupi. Atau aku yang kurang peduli dengan sahabatku sendiri. Yang pasti saat
membaca surat itu, aku benar-benar kecewa pada diriku sendiri, membiarkan
seorang sahabat melawan rasa sakitnya sendiri, membiarkan seorang sahabat
melawat kanker yang mematikan. Kamu tahu? Aku merasa gagal sebagai sahabat.
Apalagi saat aku tahu bahwa ternyata blog NARW itu adalah akun milikmu, pantas
saja aku merasa tak asing dengan penggunaan kata-kata yang tertulis disana.
Kamu sangat hebat aisyah, sedikitpun aku tak mengetahui hal itu, dan kamu
pandai sekali melakukannya. Atau kamu sengaja merahasiakannya karena aku juga
merahasiakan tentang sekolah hapalan Alqur’an itu? Rasanya tidak
mungkin.tapii,, Big thanks aisyah ”
“tapi,, setelah mendapat semangat dari ibumu, aku tak mau
berlarut begitu saja dalam kesedihan.. Beliau sangat sabar Syah, sedikitpun tak
tampak raut kesedihannya, meski ku tahu, diam-diam ia menangis didalam kamar,
aku yakin itu karena ia ingat akan sosokmu. Tapi diluar kamar, ia selalu
mengumbar senyum, untuk menyemangatiku yang kini tinggal bersama ibumu, orang
tuaku setuju banget syah, mereka
juga mengizinkan aku untuk berusaha hidup mandiri, dan tentunya untuk menghibur
ibumu. Aku bangkit, yaa aku bangkit
Syah. Aku belajar dengan sungguh-sungguh. Mewujudkan cita-citaku, cita-citamu
jugaa, cita-cita kita.”
“sekarang aku sedang menjalani hari-hariku sebagai mahasisiwi
kedokteran, aku nggak tahu dari mana kekuatan ini, kemampuan ini, sehingga aku
bisa diterima dalam jurusan itu. Padahalkan kamu tahu, aku paling malas untuk
menghapal pelajaran. Kamu do’ain aku yaa semoga cepat lulus dan bisa menjadi
dokter. Agar aku mampu nantinya menjadi seperti yang kamu inginkan. aku sayang
kamu, tunggu aku disana yaa aisyah”
Wuuuushhh… seketika
hembusan angin menyapu wajah risty. Hanya hitungan detik. Ia tersenyum
kemudian.
“aisyah, aku tahu. Kamu pasti melihatku, kamu mendengarku.
Sahabatku”
@aisyah_risca
The
end
0 komentar:
Posting Komentar
:)