Kamis, 04 April 2019

Akuntansi Syariah : ISLAM DAN SYARIAH ISLAM


ISLAM DAN SYARIAH ISLAM

Makna Islam
            Islam, memiliki makna dan pengertian yang begitu luas dan berbeda menurut cara pandang masing-masing orang. Ketidaktahuan dan kesalahpahaman tentang islam, membuat banyak orang berpendapat dan beranggapan bahwa islam adalah sebatas agama transendental yang hanya mengatur hubungan antara manusia dan tuhan. Bahkan, ada pendapat yeng lebih memojokkan bahwa islam adalah penghambat kemajuan peradaban.
Dari sisi bahasa , kata “islam” berasal dari kata “ aslama, yuslimu, islaman “ yang artinya “tunduk dan patuh “. Jadi seseorang yang tunduk dan patuh kepada kepala negara, secara bahasa, bisa dikatakan “aslama li-rais ad-daulah”. Inilah makna generik atau makna bahasa dari kata islam.
Akan tetapi, makna islam itu sendiri, secara terminologi bahwa tidak bisa dikatkan sekadar tunduk dan patuh saja. Dia sudah menjadi istilah khusus dalam khazanah kosa kata dasar islam . Secara terminologi, makna islam digambarkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam sabda beliau :
“islam adalah bahwasanya engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tiada tuhan selain Allah dan bahwa sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, engkau menegakkan sholat, menunaikan zakat, melaksanakan shaum ramadan, dan menunaikan ibadah haji ke Baitullah-jika berkemampuan melaksanakannya”. (HR Muslim)
Oleh karena itu, kata islam, artinya adalah agama yang di bawa Nabi Muhammad SAW, Nabi terakhir. Agama islam berbeda dengan agama-agama yang lain yang ada saat ini dan diyakini oleh umat islam, sebagai kelanjutan dari agama para nabi sebelumnya . Jadi, islam adalah sebagai pedoman hidup dan berkehidupan yang dikeluarkan langsung oleh Allah SWT  agar manusia tunduk, patuh dan pasrah kepada ketentuan-Nya untuk meraih derajat kehidupan lebih tinggi yaitu kedamaian, kesejahteraan, dan keselamatan baik dunia maupun di akhirat.
Berikut beberapa makna islam yang mencakup uraian diatas, yaitu:


·         Tunduk serta patuh (aslama)
·         Pasrah berserah diri (sallama)
·         Tangga / derajat (sullam)
·         Kedamaian (siliim)
·         Kesejahteraan, kebahagiaan, keselamatan (salama)



Makna manusia
            Manusia adalah makhluk yang dimuliakan Allah SWT, karena mempunyai roh dan keistimewaan berupa akal serta diberi tugas untuk menjalankan peran sebagai khalifah di muka bumi.
Dalam Al-Quran manusia dipanggil dengan beberapa istilah, antara lain al-insaan, al-naas, al-abd, dan bani adam dan sebagainya. Al-insaan berarti suka, senang, jinak, ramah, atau makhluk yang sering lupa. Al-naas berarti manusia (jama’). Al-abd berarti manusia sebagai hamba Allah. Bani adam berarti anak-anak Adam karena berasal dari keturunan nabi Adam.
Namun dalam Al-Quran dan Al-Sunnah disebutkan bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia dan memiliki berbagai potensi serta memperoleh petunjuk kebenaran dalam menjalani kehidupan di dunia dan akhirat.
Allah selaku pencipta alam semesta dan manusia telah memberikan informasi lewat wahyu Al-quran dan realita faktual yang tampak pada diri manusia. Informasi itu diberi- Nya melalui ayat-ayat tersebar tidak bertumpuk pada satu ayat atau satu surat. Hal ini dilakukan-Nya agar manusia berusaha mencari, meneliti,memikirkan, dan menganalisanya. Tidak menerima mentah demikian saja. Untuk mampu memutuskannya, diperlukan suatu peneliti Alquran dan sunnah rasul secara analitis dan mendalam. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan penelitian laboratorium sebagai perbandingan, untuk merumuskan mana yang benar bersumber dari konsep awal dari Allah dan mana yang telah mendapat pengaruh lingkungan.

Dasar-Dasar Ajaran Islam
1.    Aqidah
Dalam pengertian umun, aqidah adalah rukun iman. Aqidah merupakan fundamental dari keyakinan dan keimanan (sense of faith). Dalam membangun keyakinan, seorang muslim tentang aqidah, dibutuhkan totalitas tidak cukup dengan logika yang dimiliki karena aspek-aspek yang diyakini dalam aqidah (yang meliputi kepercayaan kepada Allah SWT., malaikat, kitab-kitab, para Rasul dan Nabi, hari kiamat, qodo dan qodar). Hal itu bersifat transenden, tidak secara langsung korelatif dengan problem-problam dan kaidah-kaidah ekonomi.
Akidah merupakan dasar keseluruhan tatanan kehidupan dalam Islam, termasuk tatanan ekonomi. Tatanan dalam Islam merupakan bagian dari akidah yaitu bertugas untuk memperdalam akar-akarnya, menyebarluaskan cahayanya, dan membentenginya dari segala rintangan, serta merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Ekonomi Islam adalah ekonomi yang berlandaskan ke-Tuhanan. Ia terpancar dari akidah ke-Tuhanan, akidah tauhid. Akidah yang dengan sengaja diturunkan Allah pada Rasulnya untuk manusia.
Hubungan ekonomi Islam dengan akidah Islam tampak jelas dalam banyak hal, seperti pandagan Islam terhadap alam semesta yang disediakan untuk kepentingan manusia. Hubungan ekonomi Islam dengan akidah dan syariah tersebut memungkinkan aktivitas ekonomi dalam Islam menjadi ibadah.
2.    Syari’ah
            Adapun kosa kata syariah dalam bahasa Arab memiliki arti jalan yang  ditempuh  atau  garis  yang  seharusnya  dilalui.  Dari  sisi,  terminologi bermakna  pokok-pokok  aturan  hukum  yang  digariskan  oleh  Allah  SWT untuk  dipatuhi  dan  dilalui  oleh  seorang  muslim  dalam  menjalani  segala aktivitas hidupnya (ibadah) di dunia. Ikatan  Akuntan  Indonesia  (2007)  syariah  merupakan  ketentuan hukum  Islam  yang  mengatur  aktivitas  umat  manusia  yang  berisi  perintah dan  larangan,  baik  yang  menyangkut  hubungan  interaksi  vertikal  dengan Tuhan  maupun  interaksi  horizontal  dengan  sesama  makhluk.  Prinsip syariah  yang  berlaku  umum  dalam  kegiatan  muamalah  (transaksi  syariah) mengikat  secara  hukum  bagi  semua  pelaku  dan  pemangku  kepentingan (stakeholder) entitas yang melakukan transaksi syariah.
Syariah secara etimologis berarti peraturan atau undang-undang, yaitu peraturan-peraturan mengenai tingkah laku yang mengikat, harus dipatuhi dan dilaksanakan sebagaimana mestinya. Secara terminologis syariah dapat berarti luas dan khusus. Dalam pengertian yang luas, syariah Islam berarti seluruh ketentuan ajaran agama Islam yang bersumber dari Al-qur’an dan hadits yang berarti meliputi aqidah, akhlak, dan amaliyah (perbuatan nyata). Dalam pengertian yang khusus, syariah berarti ketentuan-ketentuan atau peraturan agama Islam yang mencakup hanya bidang amaliyah saja (perbuatan nyata) dari umat Islam dan tidak termasuk di dalamnya bidang aqidah dan bidang akhlak.
3. Akhlak
Akhlak dalam Islam mengatur hubungan manusia dengan Allah, dengan Rasul (Surat Ali 'Imran ayat 31-32), dengan sesama manusia (Surat Al Baqarah ayat 83), dan alam (Surat Al Baqarah ayat 30) serta pada diri sendiri (Surat Al Baqarah ayat 44).
Akidah, syariah, dan akhlak terkait satu sama lain, tidak bisa dipisah-pisahkan karena ketiganya diperlukan untuk membentuk kepribadian yang utuh pada diri seorang muslim.



Hukum Islam
Hukum Islam atau disebut juga hukum syara' merupakan hukum Allah yang mengatur perbuatan manusia yang di dalamnya mengandung tuntutan untuk dikerjakan atau ditinggalkan oleh para mukalaf. Hukum syara' hanya dapat diambil dari Al Quran, Sunah Nabi, Ijma', dan Qiyas. Semua firman Allah berupa perintah, larangan, janji, ancaman, dan lainnya merupakan bagian dari hukum yang universal.
Kepatuhan terhadap hukum yang telah ditetapkan oleh Allah adalah sebuah keniscayaan dan semua amal perbuatan manusia di dunia akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah di hari akhir. Amal perbuatan manusia hanya dianggap benar jika amal tersebut adalah amal yang dilaksanakan sesuai dengan syariah berdasarkan hukum Allah. Artinya amal yang diterima Allah adalah amalan yang bersumber dari ketetapan yang telah diturunkan Allah.
 Empat mazhab fiqh yang bersumber pada Para ahli fikih seperti al-imam abu hanifah, al –imam malik, al-imam as-syafi’i dan al imam-ahmad Hanbali membagi hukum Islam menjadi lima yaitu:
  1. Wajib, yang dibagi menjadi wajib 'ain (kewajiban yang dibebankan kepada semua mukalaf) dan wajib kifayah ( yang jika sudah ada yang mengerjakan maka kewajiban itu gugur).
  2. Sunah
  3. Haram
  4. Makruh
  5. Mubah
Seseorang dikatakan telah mengamalkan hukum syara' jika dia memang telah mengetahui hukum syara' atas perbuatannya, kemudian ia berniat melakukannya berlandaskan syariah. Hukum Islam tidak hanya mengatur ibadah mahdhah tetapi juga mengatur perbuatan yang sifatnya duniawi seperti jual-beli, belajar, menikah, dan lain sebagainya karena Islam tidak memisahkan agama dengan urusan dunia.

Sasaran Hukum Islam
Penyucian Jiwa
Penyucian jiwa dimaksudkan agar manusia mampu berperan sebagai sumber kebaikan bagi masyarakat dan lingkungannya. Allah memerintahkan manusia yang beriman kepada-Nya untuk shalat, zakat, puasa, dan haji, yang dijamin oleh Allah akan memberikan dampak positif bagi kehidupan manusia bila dilakukan dengan benar dan niat yang benar pula. Dengan demikian ibadah tersebut dapat menumbuhkan rasa kasih sayang, jiwa tolong-menolong, kesetiakawanan sosial sehingga akan tercipta masyarakat yang aman dan tenteram.
Menegakkan Keadilan dalam Masyarakat
Semua manusia akan dinilai dan diperlakukan Allah secara sama, tanpa melihat latar belakang strata sosial, agama, kekayaan, keturunan, warna kulit, dan sebagainya, sebagaimana dijelaskan Allah dalam surat Al Maidah ayat 8 dan surat An Nahl ayat 90. Keadilan merupakan harapan dan fitrah manusia sehingga Allah melarang untuk berbuat tidak adil.
Mewujudkan Kemaslahatan Manusia
Mewujudkan kemaslahatan manusia dalam Islam dikenal dengan Maqashidusy Syariah yang dari segi bahasa berarti maksud dan tujuan adanya hukum Islam yaitu untuk kebaikan dan kesejahteraan umat manusia di dunia dan di akhirat.
1.         Memelihara Agama (al Muhafazhah 'alad Dien)
Untuk memelihara agamanya, Allah mewajibkan manusia untuk shalat, zakat, puasa, haji. Apabila tidak melakukannya maka ia mendapat dosa karena meninggalkan apa yang diperintahkan Allah. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa ibadah dapat menyucikan jiwa sehingga manusia menjadi sumber kebaikan bagi, rahmat bagi alam semesta.
2.         Memelihara Jiwa (Al Muhafazhah 'alan Nafs)
Memelihara jiwa adalah memelihara hak untuk hidup secara terhormat agar manusia terhindar dari pembunuhan, penganiayaan, fitnah, cacian, dan perbuatan buruk lainnya. Allah sebagai sang pencipta telah mengatur bentuk-bentuk pemeliharaan jiwa, contohnya Allah melarang membunuh bila melanggar maka ada hukum qishash yaitu hukuman yang setara dengan kejahatan yang dilakukan atas diri manusia. Namun bila hukum ini bisa dibatalkan jika permintaan maaf diterima atau meminta diyat. Contoh lainnya Allah menghalalkan makanan yang sebelumnya haram apabila keadaan seorang hamba benar-benar darurat. Selain itu Allah melarang perbuatan fitnah karena dampaknya lebih buruk dari pembunuhan.
Tanpa syariah Islam, terbukti aturan manusia tak bisa mencegah dan tak bisa menjerakan manusia untuk berbuat aniaya terhadap orang lain; apakah bentuknya melukai, menyerang secara fisik, sampai membunuh jiwa.
Setiap hari media massa menyiarkan bagaimana dengan mudahnya seseorang menganiaya orang lain. Begitu gampangnya pula orang membunuh orang lain hanya gara-gara hal sepele. Bahkan kasus terbaru di Kalimantan Barat, betapa bejatnya seorang anggota kepolisian dengan sadis membunuh dan kemudian memutilasi dua anak kandungnya sendiri yang masih kecil.

3.         Memelihara Akal (Al Muhafazhah 'alal 'Aql)
Menjaga akal bertujuan agar tidak rusak sehingga mengakibatkan seseorang melakukan perbuatan buruk di masyarakat. Jika akal seseorang rusak maka dampaknya bukan hanya pada diri sendiri tetapi masyarakat juga ikut menanggung dampaknya. Oleh karena itu harus ada sanksi hukum untuk orang yang dengan sengaja melakukan tindakan yang dapat membahayakan akalnya.
4.         Memelihara Keturunan (Al Muhafazhah 'alan Nasl)
Memelihara keturunan adalah memelihara kelestarian manusia dan membina sikap mental generasi penerus agar terjalin rasa persahabatan dan persatuan di antara sesama umat manusia. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan pernikahan yang sah yang sesuai dengan ketentuan syariah sehingga terbentuk keluarga yang tenteram dan saling menyayangi. Untuk memelihara keturunan diterapkan hukuman yang keras bagi orang yang melakukan zina.
5.         Memelihara Harta (Al Muhafazhah 'alal Mal)
Banyak orang yang tahu bahwa mencuri, merampok, ghashab (menipu) dan korupsi adalah tindakan yang salah. Lalu mengapa banyak anggota masyarakat yang melakukan semua kejahatan itu?
Selain karena faktor kesejahteraan yang diabaikan oleh negara, faktor sanksi yang ringan menjadi alasan bagi para pelaku tindak kejahatan tersebut. Ada kecenderungan angka kriminalitas terus meningkat dari tahun ke tahun.
Menjaga harta bertujuan agar harta yang dimiliki oleh manusia diperoleh dan digunakan sesuai dengan ketentuan syariah. Aturan syariah mengatur proses perolehan dan pengeluaran harta. Dalam memperoleh harta harus bebas dari riba, judi, menipu, merampok, mencuri, dan tindakan lainnya yang dapat merugikan orang lain. Sedangkan penggunaan harta juga harus sesuai dengan tuntunan syariah, seperti kewajiban membayar zakat sesuai ketentuan, tidak boros, dan tidak kikir.
Dari penjelasan di atas sangat jelas bahwa ketentuan-ketentuan syariah bertujuan untuk kemaslahatan bagi manusia dan juga lingkungannya. Seharusnya manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya mau tuntuk, patuh, dan pasrah kepada ketentuan syariah dari Allah. Meskipun demikian Allah memberikan kebebasan bagi manusia untuk memilih dan Allah memberikan akal manusia sebagai alat untuk memilih dan menerima konsekuensinya.

SUMBER : 
1.      Sri nurhayati, dan Wasilah. 2016. Akuntansi Syariah Di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat


0 komentar:

Posting Komentar

:)