ISLAM DAN SYARIAH ISLAM
Makna Islam
Islam, memiliki makna dan pengertian
yang begitu luas dan berbeda menurut cara pandang masing-masing orang. Ketidaktahuan
dan kesalahpahaman tentang islam, membuat banyak orang berpendapat dan beranggapan
bahwa islam adalah sebatas agama transendental yang hanya mengatur hubungan
antara manusia dan tuhan. Bahkan, ada pendapat yeng lebih memojokkan bahwa
islam adalah penghambat kemajuan peradaban.
Dari
sisi bahasa , kata “islam” berasal dari kata “ aslama, yuslimu, islaman “ yang artinya “tunduk dan patuh “. Jadi
seseorang yang tunduk dan patuh kepada kepala negara, secara bahasa, bisa
dikatakan “aslama li-rais ad-daulah”.
Inilah makna generik atau makna bahasa dari kata islam.
Akan
tetapi, makna islam itu sendiri, secara terminologi bahwa tidak bisa dikatkan
sekadar tunduk dan patuh saja. Dia sudah menjadi istilah khusus dalam khazanah
kosa kata dasar islam . Secara terminologi, makna islam digambarkan oleh Nabi
Muhammad SAW dalam sabda beliau :
“islam adalah
bahwasanya engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tiada tuhan selain Allah dan
bahwa sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, engkau menegakkan sholat,
menunaikan zakat, melaksanakan shaum ramadan, dan menunaikan ibadah haji ke
Baitullah-jika berkemampuan melaksanakannya”. (HR Muslim)
Oleh
karena itu, kata islam, artinya adalah agama yang di bawa Nabi Muhammad SAW,
Nabi terakhir. Agama islam berbeda dengan agama-agama yang lain yang ada saat
ini dan diyakini oleh umat islam, sebagai kelanjutan dari agama para nabi
sebelumnya . Jadi, islam adalah sebagai pedoman hidup dan berkehidupan yang
dikeluarkan langsung oleh Allah SWT agar
manusia tunduk, patuh dan pasrah kepada ketentuan-Nya untuk meraih derajat
kehidupan lebih tinggi yaitu kedamaian, kesejahteraan, dan keselamatan baik
dunia maupun di akhirat.
Berikut beberapa
makna islam yang mencakup uraian diatas, yaitu:
·
Tunduk serta
patuh (aslama)
·
Pasrah berserah
diri (sallama)
·
Tangga / derajat
(sullam)
·
Kedamaian (siliim)
·
Kesejahteraan, kebahagiaan,
keselamatan (salama)
Makna
manusia
Manusia adalah makhluk yang
dimuliakan Allah SWT, karena mempunyai roh dan keistimewaan berupa akal serta
diberi tugas untuk menjalankan peran sebagai khalifah di muka bumi.
Dalam Al-Quran manusia dipanggil dengan beberapa
istilah, antara lain al-insaan, al-naas, al-abd, dan bani adam dan sebagainya.
Al-insaan berarti suka, senang, jinak, ramah, atau makhluk yang sering lupa.
Al-naas berarti manusia (jama’). Al-abd berarti manusia sebagai hamba Allah.
Bani adam berarti anak-anak Adam karena berasal dari keturunan nabi Adam.
Namun dalam Al-Quran dan Al-Sunnah disebutkan bahwa
manusia adalah makhluk yang paling mulia dan memiliki berbagai potensi serta
memperoleh petunjuk kebenaran dalam menjalani kehidupan di dunia dan akhirat.
Allah selaku pencipta alam semesta dan manusia telah
memberikan informasi lewat wahyu Al-quran dan realita faktual yang tampak pada
diri manusia. Informasi itu diberi- Nya melalui ayat-ayat tersebar tidak bertumpuk
pada satu ayat atau satu surat. Hal ini dilakukan-Nya agar manusia berusaha
mencari, meneliti,memikirkan, dan menganalisanya. Tidak menerima mentah
demikian saja. Untuk mampu memutuskannya, diperlukan suatu peneliti Alquran dan
sunnah rasul secara analitis dan mendalam. Kemudian dilanjutkan dengan
melakukan penelitian laboratorium sebagai perbandingan, untuk merumuskan mana
yang benar bersumber dari konsep awal dari Allah dan mana yang telah mendapat
pengaruh lingkungan.
Dasar-Dasar Ajaran Islam
1. Aqidah
Dalam pengertian umun, aqidah adalah rukun iman.
Aqidah merupakan fundamental dari keyakinan dan keimanan (sense of faith).
Dalam membangun keyakinan, seorang muslim tentang aqidah, dibutuhkan totalitas
tidak cukup dengan logika yang dimiliki karena aspek-aspek yang diyakini dalam
aqidah (yang meliputi kepercayaan kepada Allah SWT., malaikat, kitab-kitab,
para Rasul dan Nabi, hari kiamat, qodo dan qodar). Hal itu bersifat transenden,
tidak secara langsung korelatif dengan problem-problam dan kaidah-kaidah
ekonomi.
Akidah merupakan dasar keseluruhan tatanan kehidupan
dalam Islam, termasuk tatanan ekonomi. Tatanan dalam Islam merupakan bagian
dari akidah yaitu bertugas untuk memperdalam akar-akarnya, menyebarluaskan
cahayanya, dan membentenginya dari segala rintangan, serta merealisasikannya
dalam kehidupan sehari-hari. Ekonomi Islam adalah ekonomi yang berlandaskan ke-Tuhanan.
Ia terpancar dari akidah ke-Tuhanan, akidah tauhid. Akidah yang dengan sengaja
diturunkan Allah pada Rasulnya untuk manusia.
Hubungan ekonomi Islam dengan akidah Islam tampak
jelas dalam banyak hal, seperti pandagan Islam terhadap alam semesta yang
disediakan untuk kepentingan manusia. Hubungan ekonomi Islam dengan akidah dan
syariah tersebut memungkinkan aktivitas ekonomi dalam Islam menjadi ibadah.
2. Syari’ah
Adapun kosa kata syariah dalam
bahasa Arab memiliki arti jalan yang
ditempuh atau garis
yang seharusnya dilalui.
Dari sisi, terminologi bermakna pokok-pokok
aturan hukum yang
digariskan oleh Allah
SWT untuk dipatuhi dan
dilalui oleh seorang
muslim dalam menjalani
segala aktivitas hidupnya (ibadah) di dunia. Ikatan Akuntan
Indonesia (2007) syariah
merupakan ketentuan hukum Islam
yang mengatur aktivitas
umat manusia yang
berisi perintah dan larangan,
baik yang menyangkut
hubungan interaksi vertikal
dengan Tuhan maupun interaksi
horizontal dengan sesama
makhluk. Prinsip syariah yang
berlaku umum dalam
kegiatan muamalah (transaksi
syariah) mengikat secara hukum
bagi semua pelaku
dan pemangku kepentingan (stakeholder) entitas yang
melakukan transaksi syariah.
Syariah secara etimologis berarti peraturan atau
undang-undang, yaitu peraturan-peraturan mengenai tingkah laku yang mengikat,
harus dipatuhi dan dilaksanakan sebagaimana mestinya. Secara terminologis
syariah dapat berarti luas dan khusus. Dalam pengertian yang luas, syariah
Islam berarti seluruh ketentuan ajaran agama Islam yang bersumber dari
Al-qur’an dan hadits yang berarti meliputi aqidah, akhlak, dan amaliyah
(perbuatan nyata). Dalam pengertian yang khusus, syariah berarti
ketentuan-ketentuan atau peraturan agama Islam yang mencakup hanya bidang
amaliyah saja (perbuatan nyata) dari umat Islam dan tidak termasuk di dalamnya
bidang aqidah dan bidang akhlak.
3. Akhlak
Akhlak
dalam Islam mengatur hubungan manusia dengan Allah, dengan Rasul (Surat Ali
'Imran ayat 31-32), dengan sesama manusia (Surat Al Baqarah ayat 83), dan alam
(Surat Al Baqarah ayat 30) serta pada diri sendiri (Surat Al Baqarah ayat 44).
Akidah,
syariah, dan akhlak terkait satu sama lain, tidak bisa dipisah-pisahkan karena
ketiganya diperlukan untuk membentuk kepribadian yang utuh pada diri seorang
muslim.
Hukum Islam
Hukum
Islam atau disebut juga hukum syara' merupakan hukum Allah yang mengatur
perbuatan manusia yang di dalamnya mengandung tuntutan untuk dikerjakan atau
ditinggalkan oleh para mukalaf. Hukum syara' hanya dapat diambil dari Al Quran,
Sunah Nabi, Ijma', dan Qiyas. Semua firman Allah berupa perintah, larangan,
janji, ancaman, dan lainnya merupakan bagian dari hukum yang universal.
Kepatuhan
terhadap hukum yang telah ditetapkan oleh Allah adalah sebuah keniscayaan dan
semua amal perbuatan manusia di dunia akan dipertanggungjawabkan di hadapan
Allah di hari akhir. Amal perbuatan manusia hanya dianggap benar jika amal
tersebut adalah amal yang dilaksanakan sesuai dengan syariah berdasarkan hukum
Allah. Artinya amal yang diterima Allah adalah amalan yang bersumber dari
ketetapan yang telah diturunkan Allah.
Empat mazhab fiqh yang bersumber pada Para
ahli fikih seperti al-imam abu hanifah, al –imam malik, al-imam as-syafi’i dan
al imam-ahmad Hanbali membagi hukum Islam menjadi lima yaitu:
- Wajib, yang dibagi menjadi wajib
'ain (kewajiban yang dibebankan kepada semua mukalaf) dan wajib kifayah (
yang jika sudah ada yang mengerjakan maka kewajiban itu gugur).
- Sunah
- Haram
- Makruh
- Mubah
Seseorang
dikatakan telah mengamalkan hukum syara' jika dia memang telah mengetahui hukum
syara' atas perbuatannya, kemudian ia berniat melakukannya berlandaskan
syariah. Hukum Islam tidak hanya mengatur ibadah mahdhah tetapi juga mengatur
perbuatan yang sifatnya duniawi seperti jual-beli, belajar, menikah, dan lain
sebagainya karena Islam tidak memisahkan agama dengan urusan dunia.
Sasaran Hukum Islam
Penyucian Jiwa
Penyucian
jiwa dimaksudkan agar manusia mampu berperan sebagai sumber kebaikan bagi
masyarakat dan lingkungannya. Allah memerintahkan manusia yang beriman
kepada-Nya untuk shalat, zakat, puasa, dan haji, yang dijamin oleh Allah akan
memberikan dampak positif bagi kehidupan manusia bila dilakukan dengan benar
dan niat yang benar pula. Dengan demikian ibadah tersebut dapat menumbuhkan
rasa kasih sayang, jiwa tolong-menolong, kesetiakawanan sosial sehingga akan
tercipta masyarakat yang aman dan tenteram.
Menegakkan
Keadilan dalam Masyarakat
Semua
manusia akan dinilai dan diperlakukan Allah secara sama, tanpa melihat latar
belakang strata sosial, agama, kekayaan, keturunan, warna kulit, dan
sebagainya, sebagaimana dijelaskan Allah dalam surat Al Maidah ayat 8 dan surat
An Nahl ayat 90. Keadilan merupakan harapan dan fitrah manusia sehingga Allah
melarang untuk berbuat tidak adil.
Mewujudkan
Kemaslahatan Manusia
Mewujudkan
kemaslahatan manusia dalam Islam dikenal dengan Maqashidusy Syariah yang dari
segi bahasa berarti maksud dan tujuan adanya hukum Islam yaitu untuk kebaikan
dan kesejahteraan umat manusia di dunia dan di akhirat.
1. Memelihara Agama (al Muhafazhah 'alad
Dien)
Untuk memelihara
agamanya, Allah mewajibkan manusia untuk shalat, zakat, puasa, haji. Apabila
tidak melakukannya maka ia mendapat dosa karena meninggalkan apa yang
diperintahkan Allah. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa ibadah dapat
menyucikan jiwa sehingga manusia menjadi sumber kebaikan bagi, rahmat bagi alam
semesta.
2. Memelihara Jiwa (Al Muhafazhah 'alan
Nafs)
Memelihara jiwa
adalah memelihara hak untuk hidup secara terhormat agar manusia terhindar dari
pembunuhan, penganiayaan, fitnah, cacian, dan perbuatan buruk lainnya. Allah
sebagai sang pencipta telah mengatur bentuk-bentuk pemeliharaan jiwa, contohnya
Allah melarang membunuh bila melanggar maka ada hukum qishash yaitu hukuman
yang setara dengan kejahatan yang dilakukan atas diri manusia. Namun bila hukum
ini bisa dibatalkan jika permintaan maaf diterima atau meminta diyat. Contoh
lainnya Allah menghalalkan makanan yang sebelumnya haram apabila keadaan
seorang hamba benar-benar darurat. Selain itu Allah melarang perbuatan fitnah
karena dampaknya lebih buruk dari pembunuhan.
Tanpa
syariah Islam, terbukti aturan manusia tak bisa mencegah dan tak bisa
menjerakan manusia untuk berbuat aniaya terhadap orang lain; apakah bentuknya
melukai, menyerang secara fisik, sampai membunuh jiwa.
Setiap
hari media massa menyiarkan bagaimana dengan mudahnya seseorang menganiaya
orang lain. Begitu gampangnya pula orang membunuh orang lain hanya gara-gara
hal sepele. Bahkan kasus terbaru di Kalimantan Barat, betapa bejatnya seorang
anggota kepolisian dengan sadis membunuh dan kemudian memutilasi dua anak
kandungnya sendiri yang masih kecil.
3. Memelihara Akal (Al Muhafazhah 'alal
'Aql)
Menjaga akal
bertujuan agar tidak rusak sehingga mengakibatkan seseorang melakukan perbuatan
buruk di masyarakat. Jika akal seseorang rusak maka dampaknya bukan hanya pada
diri sendiri tetapi masyarakat juga ikut menanggung dampaknya. Oleh karena itu
harus ada sanksi hukum untuk orang yang dengan sengaja melakukan tindakan yang
dapat membahayakan akalnya.
4. Memelihara Keturunan (Al Muhafazhah
'alan Nasl)
Memelihara
keturunan adalah memelihara kelestarian manusia dan membina sikap mental
generasi penerus agar terjalin rasa persahabatan dan persatuan di antara sesama
umat manusia. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan pernikahan yang sah
yang sesuai dengan ketentuan syariah sehingga terbentuk keluarga yang tenteram
dan saling menyayangi. Untuk memelihara keturunan diterapkan hukuman yang keras
bagi orang yang melakukan zina.
5. Memelihara Harta (Al Muhafazhah 'alal
Mal)
Banyak orang
yang tahu bahwa mencuri, merampok, ghashab (menipu) dan korupsi adalah tindakan
yang salah. Lalu mengapa banyak anggota masyarakat yang melakukan semua
kejahatan itu?
Selain karena
faktor kesejahteraan yang diabaikan oleh negara, faktor sanksi yang ringan
menjadi alasan bagi para pelaku tindak kejahatan tersebut. Ada kecenderungan
angka kriminalitas terus meningkat dari tahun ke tahun.
Menjaga
harta bertujuan agar harta yang dimiliki oleh manusia diperoleh dan digunakan
sesuai dengan ketentuan syariah. Aturan syariah mengatur proses perolehan dan
pengeluaran harta. Dalam memperoleh harta harus bebas dari riba, judi, menipu,
merampok, mencuri, dan tindakan lainnya yang dapat merugikan orang lain.
Sedangkan penggunaan harta juga harus sesuai dengan tuntunan syariah, seperti
kewajiban membayar zakat sesuai ketentuan, tidak boros, dan tidak kikir.
Dari
penjelasan di atas sangat jelas bahwa ketentuan-ketentuan syariah bertujuan
untuk kemaslahatan bagi manusia dan juga lingkungannya. Seharusnya manusia
sebagai makhluk ciptaan-Nya mau tuntuk, patuh, dan pasrah kepada ketentuan
syariah dari Allah. Meskipun demikian Allah memberikan kebebasan bagi manusia
untuk memilih dan Allah memberikan akal manusia sebagai alat untuk memilih dan
menerima konsekuensinya.
1.
Sri nurhayati,
dan Wasilah. 2016. Akuntansi Syariah Di
Indonesia. Jakarta: Salemba Empat
0 komentar:
Posting Komentar
:)