Hay haaayyy……..
Sore ini aku posting cerpen yang
cuplikannya sudah duluan terbit beberapa waktu lalu,hihii
Maaf kelamaan lanjutnyaa, buat yang
penasaran :D
Soalnya ketikan sebelumnya hilang saat
laptopku di install :( huaa… diriku ngetik ulang dari awal. Tapi nggapapa deh,
yaa hitung2 sambil ngisi waktu luang:))
Happy reading…
Karya:nur’aisyah risca wanti
Satu..
dua.. tiga..!! surprise!!!
“happy
birthday sayangnya mama”
“happy
birthday sayangnya papa”
“waah..
makasih ma, pa. aku sayaaaang kalian, much love” girangku memeluk keduanya.
Sayangnya, itu hanya kejadian beberapa
tahun lalu.lebih tepatnya saat aku masih berstatus pelajar SD. Sakit memang
jika aku mengingat itu.
Ohya,
sebelumnya perkenalkan namaku shopie [baca;sofi]. Aku terlahir dari keluarga
yang sangat harmonis. Namun, itu dulu. Semua berubah setelah maut menjemput
papaku. Dulu aku sempat bingung saat semua orang berdatangan kerumahku,
rata-rata mereka berbusana serba hitam. Awalnya aku senang, dibenakku saat itu
rumah kami sedang diadakan suatu acara. Karena besarnya rasa ingin tahuku,
akupun bertanya pada mama.
“mah?
Rumah kita pesta ya? Kok mama nggak bilang-bilang ke sofi” tanyaku terkesan
bawel.
Namun,
bukanya menjawab mama malah menangis. Aku terdiam, lagi-lagi muncul kejanggalan
dalam pikiranku. Dan kembali bertanya.
“mah,
papa kok diselimuti gitu? Papa bobo ya ma?”. Huft, tetap saja, tangis yang mama
keluarkan. Sampai akhirnya si mbak mengajakku ke kamar.
Saat di kamar, aku hanya duduk
termangu ditempat tidur. Bingung! Itulah yang kurasakan.
“mbak,
rumah kita ada acara apa sih? Kok banyak orangnya.” Tanyaku.
“mm..mmm..ii..itu
non, orang-orang yang datang itu nanti mau nganterin Tuan, “ jawab mbak sedikit
gugup.
“emang
papa mau kemana? Hiks..hiikss.. aku mau ikuut” tanyaku dengan terisak.
“husstt..
sudah, papa non mau istirahat di rumah Allah. Suatu saat nanti, non pasti
mengerti. Mending sekarang tiduran dulu, kan dari semalam non jagain papa mulu
di rumah sakit.” Ucap mbak dengan bijak, aku pun menurutinya.
Pertambahan usia membuatku sedikit
mengerti akan hal itu. Kini aku tahu mengapa papa sudah jarang pulang, bahkan
tidak pernah, dan tak akan pernah.
Sepeninggal
papa semuanya berubah. Tidak ada lagi yang mengajakku jalan-jalan, tidak ada
lagi yang membuat keceriaan di rumah kami saat weekend. Aku sediih,, aku
kesepiaan..
Mama? Semenjak kepergian papa, ia
berubah. Waktunya hanya untuk kerja, kerja, dan kerja. Kapan mama punya waktu
untukku? Pernah kutanyakan padanya “mengapa sekarang mama lebih sibuk?”
“itu
semua mama lakukan demi kamu” jawabnya singkat.
Demia
aku?
Segitu
banyakkah makanku? Segitu banyakkah jajanku? Sampai-sampai mama harus kerja
dari matahari terbit sampai dini hari, sebelum matahari keesokan paginya terbit
lagi.
Hidupku saat ini bagaikan seseorang
yang tersesat di hutan yang jauh dari pemukiman. Apalagi sekarang, aku sangat
jarang mendapat izin keluar rumah dan melanjutkan pendidikan tamatan SD-ku
dengan bersekolah di rumah saja (homeschooling). Aku bosan! Gurunya itu-itu
saja, nggak ada teman, dan lainnya. Namun, alasan mama yang hanya satu kalimat
itu membuatku tak bisa berkutik, aku tak mau mengecewakannya, sesuai pesan yang selalu
disampaikan papa semasa hidupnya.
Kalau
aku minta izin keluar, begini alasan mama.
“lebih
baik di rumah, mama tidak punya waktu untuk mengawasimu diluar sana”
Kulangkahkan kaki menuju kamar setelah
cukup lama termenung di taman belakang rumahku. Segera aku berbaring ditempat
tidur menghadap jendela. Saat aku membalikkan tubuh, aku melihat benda persegi
yang tak asing bagiku, yang selalu mewarnai khayalku akhir-akhir ini. Apalagi
kalau bukan buku gambar. Yap! Kado terakhir dari papa yang akhirnya setelah
beberapa minggu ulang tahunku, beliau meninggal. Mungkin ini alasannya
memberiku buku gambar, sebab ia menyadari akan meninggalkan kami selama-lamanya.
Subhanallah,
sunggu teratur rencana allah, yang memberi kemudahan di setiap kesulitan. Seperti
aku saat ini, meskipun kesepian tapi aku punya buku gambar yang didalamnya
banyak cerita indah yang ku alami.
Awalnya
aku hanya menyimpan buku gambar yang terbilang besar dan cukup tebal ini.
Namun, suatu hari, saat malam diguyur hujan, aku tak bias melihat ribuan
bintang maupun bulan di langit melalui kaca jendela kamarku. Akhirnya aku meraih
buku gambar itu dan menggambar bulan dan bintang disana, lalu kurobek, dan
ku tempelkan di kaca jendela tersebut.
Senyum terukir di bibirku, betapa indahnya duniaku, meski hanya dunia buku
gambar.
Tok..tok..tokk
Suara
ketukan pintu melenyapkan hayalku.
“non,
tadi nyonya pesan, makan malam kali ini, sendiri aja. Soalnya nyonya ada
keperluan ke luarkota” teriak mbak dari luar.
“hufftt..
iyaa mbak. Makasih ya”teriakku dari dalam.
Akupun memutuskan kembali duduk dan
meraih buku gambar itu. Selang beberapa menit, jadilah gambar sederhanaku..
Gambar
seorang ibu dan anaknya yang sedang menyantap makanan di meja makan. Lalu,
kutulis keterangan dibawahnya..
“mah,
kapan kita bisa kayak gini?” akhirnya tuntas gambarku. Meski sederhana dengan
sedikit perpaduan warna yang tidak terlalu mencolok.
“sempurna.hihii”
gumamku seraya merentangkan gambar itu. Sepertinya cacing-cacing diperutku
sudah mulai berontak. Aku beranjak menuju meja makan.
***
Sungguh,
ini kabar terbaik yang pernah ku dengar. Mimpiku tentang dunia luar sana
akhirnya terwujud. Bagaimana tidak, kak Zahra yang selalu mengajarku selayaknya
guru sekolah tiba-tiba mengatakan hal yang sangat iiisstimeewaaa. Mungkin bagi
mereka yang berada di sekolah umum itu sudah biasa. Namun bagiku, ini luar
biasa dan hal yang sangat jarang terjadi. Oke! Mungkin kalian penasaran. Jadi,
tadi itu kak Zahra bilang bahwa aku sudah didaftarkan sebagai peserta lomba
baca puisi. Aku senang, dan tak henti-hentinya berterima kasih pada kak Zahra.
“makasih
banyak kak, karena udah ngasih aku kesempatan untuk ikut lomba ini. Aku udah
nggak sabar ketemu teman-teman baru di luar sana, aku nggak kesepian lagi
kak”ucapku terharu.
“iyaa,
Cuma ini yang bisa kakak bantu agar kamu nggak kesepian lagi. Jujur, kakak
sedih tiap hari dengar curhatan kamu itu” kata kak Zahra mengelus rambutku.
“hmm..
tapi..” ucapnya menggantung. Akupun menatap serius kearah kak Zahra seolah
menyuruhnya melanjutkan kalimat itu.
“pesertanya
harus didampingi oleh ibunya. Soalnya puisi ke-2 yang dibacakan tentang ibu.”
Lanjut kak Zahra. Yang membuat rasa senangku berubah drastis menjadi sedih. Wajahku
murung seketika. Aku tidak yakin mama punya banyak waktu untuk menemaniku.
“tapi
tenang, kamu nggak sendirian. Kakak akan dampingi kamu.” Sepertinya kak Zahra
menyadari kekecewaanku.
“makasih
kaak..sekali lagi makasiih” lirihku berhambur memeluknya.
“apapun
akan kakak lakukan selagi itu nggak buat kamu sedih dan kakak mampu untuk
melakukannnya”
Terima kasih ya allah, engkau menghadirkan
sosok yang lembut seperti kak Zahra. Tanpa kehadirannya, mungkin aku sudah
menyerah dalam cobaan ini, batinku.
Benda
bulat berwarna pink yang selalu menempel di dinding kamarku sudah menunjukkan
pukul 11 malam. Entah mengapa mata ini sulit terpejam, padahal kak Zahra
berpesan agar aku tidak tidur terlalu larut supaya bisa bangun lebih pagi untuk
persiapan lomba. Perhatian sekali dia, mama yang mendengar kabar aku ikut lomba
saja hanya bersikap biasa. Tak apa, setidaknya ia masih memberiku izin utnuk
mengikuti lomba itu.
Dinginya
malam semakin membuat mataku sulit terpejam, andai saja sikap mama tidak
berubah pasti saat ini ia sedang memelukku sampai aku terlelap dalam mimpi.
“putri
kecil yang terpejam itu terlihat sangat nyaman dalam tidurnya diatas kasur
empuk nan bersih, ditambah sebuah kelembutan dan kehangatan yang bukan berasal
dari selimut, melainkan belaian kasih seorang ibu yang diwajahnya tersirat
kasih sayang yang begitu besar terhadap sang putri kecil” huuhh.. lahi-lagi aku
mendongeng sendiri dengan buku gambar ini. Setidaknya dengan menggambar, mataku
cepat lelah dan bisa tidur. Syukurlah, trik ini berhasil, ntah dari mana ide
tersebut muncul saat keadaan malam yang
dingin ini. Kuakhiri aktivitas menggambar ini dengan memberi judul seperti
biasanya pada gambarku. Sebenarnya bukan judul, tapi sebuah harapan, yaa!
Harapan !
“mah,
aku ingin tertidur di pelukanmu, dalam belaian kasihmu”
Setelah
itu aku kembali berbaring ditempat tidur, sebelumnya kuletakkan buku gambar itu
ditempatnya.
Srreeek..
ah sial! Buku gambarku terlepas dari covernya.
“duh,
kok ceroboh gini sih”gumamku kesal.
Kupungut
dan kuletakkan saja lembaran gambar yang belum menyatu itu.
***
“sofiii..
buruaan. Lombanya bentar lagi mulai” teriak kak Zahra yang berhasil
mengagetkanku yang sedang merias diri. Segera kuraih barang-barang keperluanku
seraya berlari-lari kecil, tak lupa buku gambar yang selalu ku bawa
kemana-mana.
“maaf
kak, tadi aku telat bangun,hehe” ucapku cengengesan.
“iyaa,nggapapa
udah semua kan?”Tanya kak Zahra.
“udah
sih, tapi kok rasanya ada yang kurang ya kak?”
“mungin
perasaan non aja” ujar mbak yang ternyata memperhatikan kami sedari tadi.
“semoga
aja yaa mbak, ohya mama udah bangun?”
“kayaknya
belum non, udah, non berangkat aja nanti biar mbak sampaikan ke nyonya”
“oh,oke.
Aku pamit yaa mbak, assalamu’alaikum”pamitku dan kak Zahra.
“waalaikumsalam”
Terlihat
ibu paru baya ini berjalan agak sempoyongan keluar dari kamarnya. Mungkin saja
ia baru bangun tidur. Langkahnya terhenti saat menginjak sesuatu tepat didepan
pintu kamar putrinya.
“apa
ini? Kertas gambar?”pikirnya agak bingung. Perlahan dibukanya lembar demi
lembar kumpulan kertas yang cukup tebal itu. Setiap lembar gambar yang ia lihat
itu pula membuat matanya semakin merah menahan tangis penuh sesal.
Buru-buru
ia berlari ke kamar, selang beberapa menit ia sudah siap dengan pakaian yang
berbeda dengan tadi. Sepertinya ia akan pergi.
Sedikit
perbincangan terjadi antara ibu paruh baya itu dengan pembantu dan supir yang
bekerja dirumahnya, sebelum akhirnya ia berangkat dengan mobil pribadi yang
entah kemana arahnya.
Di lain tempat terlihat seorang gadis
yang sedang menangis dan wanita yang agak dewasa tampak menenangkannya. Mereka
adalah sofi dan kak Zahra, setelah mendengar sambutan sebelum perlombaan
dimulai, sofi langsung menangis. Ternyata sosok ibu pendamping sesuai
persyaratan lomba tidak boleh diwakilkan.
“hiiks..hiks.
kaak?kenapa allah nggak pernah ngasih aku kesempatan sekali saja untuk
ngerasain hidup bahagia, aku benci semuanyaa, bencii” teriak sofi disela-sela
tangisnya.
“huuussh..
kamu tidak boleh menyalahkan allah, sayang. Kakak yakin allah punya rencana
indah untuk memhagiakan kamu. Meskipun bukan dalam lomba ini, tapi dalam
kesempatan berikutnya” kak Zahra terus berusaha menenangkan sofi. Ia tidak mau
sofi dipandang aneh oleh orang-orang yang berlalu lalang disekitar mereka.
Memang, lomba sebentar lagi dimulai.
“kalau
memang allah sayang sama aku, aku harap 3 menit lagi datang keajaiban untukku
kak” ucapku sedikit lebih tenang.
“amiin..
semoga yaa sayang” kata kak Zahra.
***
“sofii?”sebuah
suara mengagetkanku begitupun kak Zahra. Siapa yang memanggilku? Bukankah aku
tidak punya teman disini?
“loh?mama?”
kagetku setelah mengetahui orang itu.
“sofi..
maafin mama nak. Mama janji mulai saat ini akan memperharikanmu, mama sayang
sofi,, jangan benci mama ya sayang”tangis mama seraya berlutut dihadapanku.
Kuraih
lembut bahunya. “udah ma, udah. Mama nggak perlu kayak gini. Sofi senang mama
sudah sadar” isakku yang menangis dipelukan mama.
“tapi,,
ngomong-ngomong kenapa mama bisa ada disini? Dan apa yang mebuat mama berubah?”
tanyaku sedikti ragu, takut jika mama tersinggung.
“tadi
pagi, mama nemuin ini didepan kamar kamu. Ini punya kamu kan? Mama ingat
tulisannya, persis seperti tulisanmu sewaktu SD.” Jelas mama. Aku hanya
mengangguk dengan senyuman.
“aaAA..
mama.. kangen pelukan mama”pelukku sedikit manja.
“ekheem..
kacang-kacaang” sindir kak Zahra yang sedari tadi di cuekin.
“hehehee..maaf
atuh kak. Kesenengan soalnya”ujarku.
Mama
hanya geleng-geleng melihat tingkah kami.
“peserta
selanjutnya..sophie meylani” terdengar suara dari arah panggung perlombaan. aku
langsung melirik kak Zahra. Ia mengacungkan jempol.
“buruuaaan..
tunggu apa lagi? Kakak dan mama kamu selalu mendukung” ucapnya menyemangatiku.
“berikan
yang terbaik untuk kami, good luck dear” teriak mama saat aku mulai menaiki
panggung.
“pastii..!!”
teriak ku juga, sambil mengacungkan jempol.
Bismillah,
akan kutunjukkan yang terbaik untukmu mama..ucapku dalam hati.
The end
@aisyah_risca
Kesian setelah papanya meninggal sofi jadi kesepian, mamanya sibuk kerja, untung mamanya cepet sadar waktu liat gambarnya anaknya jadi masih bisa ikutan lomba baca puisi.. happy ending :-)
BalasHapusIni ceritanya bagus, serasa kayak baca buku bobo hehehe..
Waah terima kasih yaa komentarnya:))
BalasHapusJangan bosen baca cerita2ku;)
Aiih.. sayangnya umurku kelebihan buat ikut kontes cerpen dimajalah bobo,hehee
Ceritanya bagus dek :'v
BalasHapusSemangat menulis huhuhaha
Big thanks kakak:*
BalasHapusKakak buat cerpen jugaa doong.. biar aku bisa baca juga,hehe tapi yg imajinasi :D
aku udah balas ya ka. jangan maksa maksa ndak? ndak konsen aku belajar doh tadi tu dirimu meribut je dari tadi:p
BalasHapuska udah aku baca ya:p
BalasHapusWees.. balas dendam yaa ceritanya :p
BalasHapusEh, aku ngga suruh baca loooh whahahaa
Siapa juga yang gangguin,, kan yang dtg ketempat dudukku kaamyuuuu wkwkwk:p
haha ada loh lu suruh baca:p okeh besok aku gak mau duduk ditempat kamyu lageh-_-:p
BalasHapusoke fix.. nggapapa baim strong kok :') wkwk
BalasHapuscalon penulis papan atas nih
BalasHapusamiiinn
Hapusdan nama kamu yang pertama kali aku tulis dalam "Thanks to" pada bagian awal novel karyaku di masa depan *jiiaaahahaa